Fokus1news Kabupaten Bekasi. - Polres Metro Bekasi membongkar praktik aborsi ilegal dengan menjual obat keras penggugur kandungan.
Dalam penangkapan ini, Polres Metro Bekasi meringkus dua orang wanita yanh ditetapkan sebagai tersangka, berinsisl PP (25), seorang ibu rumah tangga, dan DS (30), seorang bidan.
Kapolres Metro Bekasi, Kombes Pol Twedi Aditya Bennyahdi, mengatakan praktik aborsi ilegal tersebut diketahui atas laporan warga.
Menurut Kombes Pol Twedi Aditya Bennyahdi praktik aborsi ilegal tersebut dilakukan sebanyak dua kali yang menggunakan obat jenis keras penggugur kandungan.
“Pertama, ketika PP mengandung anak ketiga dengan usia kehamilan satu bulan pada April 2024. Kedua, saat PP mengandung anak keempat dengan usia kehamilan empat bulan pada November 2024,” kata Kombes Twedi, Minggu (8/12/2024) di Mapolres Metro Bekasi.
Kronollogi praktik aborsi dawali Anton yang merupakan suami PP pada 3 November 2024 menghubungi DS, yang merupakan teman sekampungnya di Karawang dan bekerja di Klinik Neska, Cikarang.
Di sanalah, Anton memesan obat penggugur kandungan jenis keras penggugur kandungan. Obat tersebut kemudian dikonsumsi oleh PP, Jumat, 8 November 2024.
Setelah mengonsumsi obat, PP mengalami gejala demam dan menggigil selama lebih dari 15 menit, disusul kontraksi pada perut. PP kemudian dilarikan ke RS Mitra Keluarga Kalideres.
Kepada pihak rumah sakit, PP mengaku mengalami pendarahan akibat terjatuh. Tidak lama berselang, gumpalan darah keluar dari tubuhnya.
Hasil penyelidikan PP mengakui telah membeli obat penggugur kandungan dari DS sebanyak dua kali dengan rentang waktu berbeda.
Proses aborsi sudah dua kali dilakukan PP antara lain menggugurkan anak ketiganya di Karawang dengan usia kandungan satu bulan. Kasus kedua terjadi pada November 2024, saat PP menggugurkan anak keempatnya di Bekasi dengan usia kandungan empat bulan.
“PP membeli obat tersebut dengan harga Rp550 ribu untuk aborsi pertama dan Rp470 ribu untuk aborsi kedua. Dalam prosesnya, DS memalsukan resep dokter dari Klinik Neska untuk membeli obat di Apotek Patricia,” terang Kombes Twedi.
Untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 138 ayat (2) juncto Pasal 435 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Ancaman hukuman maksimal mencapai 12 tahun penjara atau denda hingga Rp5 miliar.
Selain itu, DS juga dijerat dengan Pasal 263 KUHP terkait pemalsuan surat atau resep, dengan ancaman hukuman penjara paling lama enam tahun.
Posting Komentar